LAMPUNG TIMUR- Mengingat kata Kemarin Pj Kepala Desa Marga Mulya Kecamatan Bumi Agung, dirinya menganut pada dasar hukum tertinggi seperti Undang - Undang Nomor 06 Tahun 2014 tentang Desa, seperti dikutip dari tribun terkini.
Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur hingga kini belum menerbitkan peraturan daerah sebagai turunan dari UU 6/2014 tentang Desa baik urusan pemerintahan desa, adat istiadat serta budaya daerah sebagai implementasi dan regulasinya.
"Sampai saat ini (perda) belum ada, (khusus) terkait hukum adat. Kita kemaren memang sempet ngobrol obrolan gini. Yang sesuai aturan dan kewenangan pemda terbitkan perda",kata Ketut Budiase Kasubag Legitimasi dan Advokasi Hukum Bagian Hukum Pemkab Lamtim kepada media tribun terkini Selasa, 6/11 diruang kerjanya.
"Nyatanya sampai sekarang perda itu belum dibuat. Itu harus perda bukan perbup itupun kalo memang ada, itu secara umum. Kalo secara khusus untuk ke desa, itupun belum. Karena tindaklanjut umumnya pun belum dibuat", imbuh Ketut Budiase.
Berkaitan dengan persoalan gunung tiga yang jadi simbol identitas Desa Gunung Tiga dijadikan lokasi usaha tambang diperlukan penanganan yang berbeda dengan menganut azas musyawarah.
"Kalau kaitannya dengan simbol urusannya udah berbeda, intinya perlu musyawarah", jelas Ketut Budiase.
Penghormatan terhadap masyarakat hukum adat dan Kearifan lokal. Negara menghormati keberadaan dan hak masyarakat hukum adat. Dasar hukum pengakuan keberadaan dan hak masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak masyarakat hukum adat terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Seperti sebelumnya dilansir atau dikutip dari jonnypurbatondang.blogspot.com (dari huruf a - d) :
- Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Penjelasan Pasal 67 ayat (1) di atas menyatakan bahwa sebagai masyarakat hukum adat, diakui keberadaannya jika menurut kenyataannya memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1) masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechsgemeenschap).
2) ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya.
3) ada wilayah hukum adat yang jelas.
4) ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat yang masih ditaati.
5) masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Papua
Pasal 64 ayat (1) menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi Papua berkewajiban melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dengan memperhatikan penataan ruang, melindungi sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati, sumberdaya buatan, konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, dan keanekaragaman hayati serta perubahan iklim dengan memperhatikan hak-hak masyarakat adat.
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, Pasal 51 ayat (1) undang-undang ini menyebutkan bahwa salah satu kategori pemohon adalah “kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang”.
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air
Undang-undang ini tidak menyebut secara tegas istilah “masyarakat hukum adat”.
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan, Pasal 9 ayat (2) undang-undang ini menyatakan bahwa “Dalam hal tanah yang diperlukan merupakan tanah hak ulayat masyarakat hukum adat yang menurut kenyataannya masih ada.
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan
Pasal 6 undang-undang ini menyatakan bahwa pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat dan kearifan local. (Nurasikin).
(nasional/admin)
Sumber : https://tribunterkini.com/
Url Artikel : https://tribunterkini.com/web/detail/BT085649919872294683/