Kamis, 02 Januari 2020 - 11:12 WIB , Editor: alb
Kodi Utara- Nasib petani Kodi pada umumnya menuai kekecewaan yang berakibat akan gagal panen pada tahun 2019. Saat ini sesuai yang telah di rasakan oleh para petani kodi sepanjang tahun 2019 hingga masuk pada 1 januari 2020 belum ada perubahan curah hujan yang normal seperti tahun-tahun lampau.
Dalam perbincangan, ada sesuatu kisah nyata yang telah di ceritakan para petani di bawah pohon kebun milik Aloisius Gheda Kaka di desa Kori bahwa di tahun 2019 suhu panas matahari sangat tinggi.
Sangat beda jauh dengan suhu panas matahari di tahun yang lalu. Namun saat ini siang maupun malam tetap di rasakan panas yang tidak seimbang. Selain hal itu mereka juga menceritakan hal yang mereka rasa aneh pada saat turunnya hujan dan tidak seperti yang mereka rasakan pada tahun-tahun yang telah mereka lewati.
Bahwa ketika hujan turun tidak semua masyarakat Kodi itu dapat hujan dan mereka mencontohkan kisah curah hujan yang aneh dalam tahun 2019 bahwa ketika di tetangga ada hujan turun tetapi di tetangga sebelah rumah tidak dapat hujan.
Padahal jarak tetangga tempat turunnya hujan hanya berjarak puluhan meter atau ratusan meter apa lagi kalau bicara soal hujan dalam satu wilayah desa yang pasti desa tetangga tidak dapat hujan tutur para petani dalam perbincangan yang di pandu oleh Aloisius Gheda Kaka.
Hal ini yang telah di rasakan oleh masyarakat Kodi sehingga berakibat pada keterlambatan para petani Kodi dalam menanam padi dan jagung dengan tanaman lainnya dan itu tidak terjadi tahun lalu hanya di tahun 2019 ini yang agak aneh curah hujannya di kodi.
Menurut bapak Kornelis dalam kaitannya dengan keterlambatan turunnya hujan yang berakibat pada gagal panen bagi petani Kodi jika di lihat dari sudut pandang musim kemarau dan musim hujan bahwa benar pada tahun 2019 jika di kategorikan sebagai tahun ancaman gagal panen karena dalam hitungan penentuan musim bagi masyarakat Kodi secara tradisi telah melewati masa tanam yang normal.
Namun hal yang paling mendasar dari akibat keterlambatan turunnya hujan sangat berkaitan erat dengan alam dimana keadaan alam masyarakat Kodi sekarang ini telah mengalami kerusakan atas ulah manusia sendiri dan sebagai contoh nyata dalam tatanan kehidupan masyarakat
Kodi
Sebagaimana tempat-tempat yang keramat dan hutan-hutan lindung telah tertebang habis sehingga tidak lagi terlestari dan oleh sebab itu hal seperti ini harus di murnikan kembali dengan kerja sama pemerintah dan masyarakat agar aset budaya dan lingkungan yang mendukung kehidupan masyarakat di murnikan kembali karena saya yakin hal seperti ini bukan soal iklim tetapi kutukan alam tuturnya pada awak media siang tadi 1 Januari 2020 di area perkebunan milik Alosius.
Di area perkebunan tempat perbincangan mereka yang sebenarnya adalah area persawahan yang terletak di desa Kori dan wilayah desa Hameli Ate yang telah di lengkapi dengan aset irigasi berupa selokan air namun sawah tersebut tidak dapat di manfaatkan lagi karena aliran airnya sudah macet.
Menurut Aloisius Gheda Kaka, dirinya mengharapkan kebijakan pemerintah daerah melalui tujuh jembatan emas akan ada realisasinya untuk di aktifkan kembali wilayah persawahan
Agar kami masyarakat dapat menikmati kembali hasil dari persawahan tersebut yang terletak di desa Kori dan Desa Hameli Ate kecamatan Kodi Utara. Pada tahun 2018 irigasi tersebut telah di buat pemerintah namun belum bisa kami manfaatkan kalau airnya belum aktif. (Lambert)
(Sumba barat/alb)
Sumber : https://tribunterkini.com/