Minggu, 22 Maret 2015 - 07:30 WIB , Editor: admin,
Pekanbaru Tribunterkini-Pengadilan Negeri Pekanbaru Kamis, (19/3/15) pukul 16.30 wib ,membebaskan Notaris Neni Sarnita atas tuntutan Jaksa yakni pemalsuan surat perjanjian, Sebelum Vonis Bebas, sidang sempat tertunda hingga 3 kali, hal ini mengecewakan pihak PT Bonita Indah. Dalam sidang yang biasanya di Ketuai Hakim Sutarto SH namun saat amar putusan Ketua Hakim sutarto tidak tampak terlihat.Dari Pantauan Tribunterkini.com, pengunjung yang dihadiri keluarga terdakwa memenuhi ruangan sidang, saat Hakim memutuskan Neni bebas dari tuntutan jaksa seluruh keluarga terdakwa mengucap syukur. Menurut Kuasa Hukum terdakwa Yusril SH. MH, membantah tegas tuduhan pemalsuan surat perjanjian tersebut dan perbuatan terdakwa bukan perbuatan pidana karena apa yang dilakukan terdakwa tersebut tidak merugikan pihak pelapor. Dalam hal ini terdakwa merasa dirugikan dan selaku Notaris ini adalah pencemaran nama baik, untuk itu pihak Neni berencana akan mengajukan gugatan balik, "Pengadilan harus dapat mengembalikan hak-hak terdakwa yakni nama baik terdakwa selaku Notaris dan selanjutnya kita akan mengajukan gugatan balik" ujar Yusril. Sementara Neni saat diluar sidang terlihat sumringah, "saat ini saya sangat lega karena saya memang tidak melakukan tindakan yang melanggar Hukum, dan saya juga tidak merasa merugikan siapapun" tutup Neni. Dalam dakwaan sebelumnya, kasus ini bermula ketika PT Bonita Indah (BI) dengan direkturnya bernama Daniel Freddy Sinambela (38), mengikuti tender jasa penyediaan kendaraan (Mobil) tanpa jasa pengemudi di PT CPI. Karena keterbatasan modal, sebagai syarat awal harus memiliki dana sekitar RP 5 Miliar, Daniel pun mencari pemodal lain agar tetap dapat mengikuti lelang tersebut. Ia lalu menemui 2 pengusaha yakni Bonar Saragih dan Mangapul Hutahaean. Keduanya bersedia menjadi pemodal pada proyek PT BI. Mereka sepakat bekerjasama dan membuat perikatan dalam Akta Perjanjian Kerjasama Nomor 149 dan 150 tanggal 30 Maret 2014 di Kantor Notaris dan PPAT Neni Sanitra (terdakwa), hingga akhirnya PT BI pun menang dalam lelang di PT CPI itu. Namun, usai lelang dimenangkan, Bonar berselisih dengan Daniel. Akibatnya, Bonar menarik uang Rp 5 Miliar secara sepihak. Tak terima, Daniel pun mengutus kuasa hukumnya untuk meminta salinan akta perjanjian dari notaris Neni. Namun saat itu, Neni tak bersedia memberikan salinannya. Setahun kemudian, PT BI curiga ada kejanggalan dalam isi perjanjian itu. Daniel merasa, isi perjanjian yang dijadikan Bonar saat menggugatnya, tak sama dengan isi perjanjian semula ketika sama-sama menghadap Notaris Neni. Daniel akhirnya meminta salinan Akta itu kepada Neni. Ternyata, dari akta itu terungkap bahwa isi perjanjian itu memang dirubah secara sepihak. Sebab, sesuai aturan, untuk merubah akta harus dilakukan bersama-sama oleh kedua belah pihak di hadapan notaris. Akta yang dirubah itulah yang diduga dijadikan Bonar menggugat PT BI di peradilan perdata. Lalu pada 10 Juli 2012, PT BI pun mengadukan Neni kepada Majelis Pengawas Wilayah (MPW) Notaris Provinsi Riau. Ia dinyatakan telah melanggar Pasal 48 ayat 1 UU Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. MPW pun menjatuhkan sanksi teguran lisan kepada Neni karena menghapus, menindih dan mengganti dengan yang lain terhadap Pasal 4, 6, 7, 8 dan 9, pada Akta Perjanjian nomor 149 tanggal 30 Maret 2011. (liputan ina)
(nasional/admin)