Selasa, 21 Oktober 2014 - 07:30 WIB , Editor: admin,
Pekanbaru Tribunterkini - PT Sumatera Riang Lestari (SRL) membantah tudingan sebagai perusahaan perusak lingkungan. Bantahan itu disampaikan Public Relation PT SRL Abdul Hadi melalui rilis yang diterima Tribunterkini Senin (20/10/2014). Rilis tersebut dimaksudkan PT SRL mengklarifikasi berita berjudul "Memalukan, PT SRL Berkriteria Sangat Tidak Patuh dan Perusak Lingkungan" dan "Tingkat Kepatuhan Memalukan, Masih Layakkah PT SRL Beroperasi?", yang dipublish di GoRiau.com, Minggu (19/10/2014). "Sesuai dengan pemberitaan di Goriau.com, sesuai dengan dua judul di atas, kami merasa perlu memberikan klarifikasi dan pelurusan opini yang banyak termuat dalam pemberitaan tersebut karena lebih terjurus tidak berimbang dan tendensius. Disamping itu, sampai dua kali berita ini dimuat dengan dua judul yang berbeda dan saling berkaitan, kami tidak pernah dihubungi oleh wartawan Goriau.com untuk klarifikasi dan hak jawab sebagai objek pemberitaan," kata Abdul Hadi. Dijelaskan Abdul Hadi, PT SRL (Sumatera Riang Lestari) bukan merupakan group APRIL dan bukan anak perusahaan PT RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper). Namun, sebagai perusahaan HTI, PT SRL hanya sebagai pemasok bahan baku untuk bahan baku pulp ke PT RAPP. Di samping itu juga perlu jelaskan beberapa hal untuk pencerahan dan pengetahuan bagi media tentang SRL, bahwa PT SRL tersebut bukan sebuah perusahaan "perusak lingkungan" sebagaimana yang ditulis dalam pemberitaan tersebut. Dan dengan jelas terlihat disini ini hanya sebagai opini penulis semata karena tidak memuat sumber yang jelas terhadap penghakiman “perusak lingkungan“ tersebut. Dikatakan Abdul Hadi, izin IUPHHK HTI PT SRL sendiri tidak berdiri sendiri, namun juga dilengkapi dengan izin AMDAL dan izin izin lainnya sebagai dasar operasional PT.SRL. Artinya, dengan dikantonginya izin dan dokumen AMDAL tersebut, berarti operasional PT SRL tidak memiliki masalah lagi dengan lingkungan. Dan dalam pelaksanaanya selalu diawasi dan dinilai serta dilaporkan operasional PT SRL tersebut secara periodik. Dan sejak izin IUPHHK HTI PT.SRL tahun 2007 disahkan dengan nomor SK:208 /menhut-II/2007 tidak pernah terjadi penolakan terhadap RKT PT.SRL termasuk di blok III Kabupaten Rokan Hilir, dan lokasi lainnya yang disebutkan dalam berita di atas. Lanjut Hadi, menanggapi hasil audit UKP4 terhadap 17 perusahaan yang termasuk di dalamnya, kami mengikuti langsung pertemuan tersebut dengan UKP4 yang tertutup tanpa dihadiri media secara langsung. Dalam pertemuan tersebut semua perusahaan baru diberikan hasil auditnya pada saat itu dan diberi waktu untuk mempelajari hasil audit tersebut, untuk dilakukan perbaikan dan akan dilakukan pendampingan oleh pihak terkait dan sebulan kemudian akan dievaluasi untuk solusi bukan untuk “dihakimiâ€. Karena jelas dari tujuan audit tersebut untuk evaluasi bukan penindakan. Namun kenapa hanya PT SRL yang seolah seolah dianggap diaudit dalam berita di atas. "Sedikit kami sampaikan tentang blok III PT SRL di Rokan Hilir, areal PT SRL di Rokan Hilir sudah mendapatkan rekomendasi Bupati Rokan Hilir untuk dijadikan HTI untuk PT SRL dengan nomor 522.3/DISHUT/00.46 tanggal 15 Desember 2005. Artinya apa, sebelum blok III tersebut masuk dalam peta konsesi PT SRL dalam SK 208/MENHUT-II/2007, rekomendasi daerah sudah ada dan masuk ke tahap selanjutnya sampai terbit SK IUPHHK HTI oleh menteri kehutanan. Begitu juga dengan Bengkalis dan Meranti," ujarnya. Namun setelah bergantinya pimpinan di Rokan Hilir saat itu, sejak SK IUPHHK HTI PT.SRL tahun 2007 diterbitkan, kata Hadi, kawasan blok III PT SRL tersebut tidak dapat dikelola dan dilakukan operasional bahkan tidak bisa dimasuki PT SRL karena lahan tersebut telah dikuasai kelompok yang mengatasnamakan masyarakat dan para pengusaha yang tidak diperoleh sampai saat ini legalitas mereka secara sah untuk menduduki lahan tersebut. Di samping itu, PT SRL di sana juga tidak mendapatkan pelayanan administrasi untuk operasional oleh pemerintahan setempat. Hal ini juga tertuang dan disampaikan secara langsung kepada tim audit dan menjadi pembahasan tersendiri yang akan diselesaikan bersama dengan Pemprov Riau. Jadi, bukan pencabutan izin operasional. Apabila ditemukan hotspot dan titik api di lahan PT SRL blok III tersebut, sebut Hadi, bisa dipastikan dilakukan oleh kelompok yang menguasai konsesi tersebut. Seharusnya secara objektif ini juga perhatian realita di lapangan. Namun secara administrasi kawasan tersebut masuk dalam izin konsesi PT SRL maka kita juga tidak bisa lepas tangan terhadap perlindungan kawasan tersebut. Namun pembangunan fasilitas perlindungan area konsesi dari bahaya kebakaran hutan dan perlindungan dari klaim area tidak bisa maksimal karena adanya penolakan apabila ditinjau dari pelayanan administrasi dan okupasi lahan oleh oknum. Sambung Hadi, dalam audit UKP4 tersebut juga melakukan penilaian dan evaluasi terhadap pemerintah kabupaten dan kota termasuk Rokan Hilir. Seharusnya ini juga tersaji secara utuh namun tidak disajikan dalam pemberitaan di atas. Karena kalau itu disajikan secara utuh akan terlihat hubungan antar permasalahan tersebut sehingga tidak membuat opini negatif secara sepihak. Beda kasus dengan dengan lokasi lain seperti Rupat dan Meranti. Apa yang dijadikan opini dalam penulisan berita sebelumnya sangat tidak beralasan. Misalkan saja terjadi penolakan oleh masyarakat asli Suku Akit di Rupat dan Meranti. Di Rupat sebelumnya terjadi penolakan bukan oleh Suku Akit karena secara riil antara Suku Akit dengan PT SRL di Rupat sangat hidup berdampingan, silakan dibaca banyak pemberitaan sebelumnya. Justru sebelumnya terjadi aksi penolakan oleh kelompok tertentu seperti LSM dari luar, dan itu sudah selesai permasalahannya dan sudah ada yang diproses hukum. Tambah Hadi, penyelesaian konflik lahan dengan masyarakat juga termasuk suatu kegiatan yang harus dilakukan oleh pemegang IUPHHK HTI termasuk SRL, dan sampai saat ini SRL termasuk sudah selesai dan berhasil menyelesaikan tersebut dengan berbagai solusi dan program kerja. "Jadi dengan ini kalau dikaitkan dengan predikat perusak lingkungan dirasa sangat mengada- ada. "Sementara sebuah opini yang dimuat bahwa konsesi PT SRL bertambah seluas 72.100 ha dalam 15 tahun sejak tahun 1992. Kami sangat menyayangkan pemberitaan ini karena sejak tahun 2007 silam ini sudah sangat sering kita publikasi di media dan di hadapan berbagai pihak. Apabila dirunut ke belakang, PT SRL sebelumnya bernama PT SSPI yang berada di dua provinsi yaitu Sumatera Utara dan Riau. Di Sumatera Utara itu ada blok I dan II dan di Riau ada blok III sampai VI. Dengan total luas +/-215.000 ha di dua provinsi ini," ujarnya. Jadi, sambung Hadi, SK IUPHHK HTI tahun 2007 dengan nomor 208/Menhut – II/2007 bukan SK pencaplokan lahan konsesi dan SK penambahan sepihak luasan konsesi PT SRL sebelumnya yang bernama PT SSPI. Semua lampiran dan histori tentang SK IUPHHK HTI PT.SRL ini sangat lengkap dan legal beserta lampiran-lampirannya. Ini tidak perlu dijelaskan lagi secara panjang lebar dan secara detil karena sudah disosialisasikan jauh hari sebelumnya. Namun masih sangat disayangkan saja jika masih ada penulisan dengan opini yang menggunakan sumber data setengah-setengah atau tidak valid. "Demikian tanggapan yang amat sangat perlu kami berikan secara khusus kepada goriau.com karena tidak berimbangnya pemberitaan sebelumnya tentang PT SRL mohon dapat dimuat secara utuh sesuai dengan isi, data dan redaksi yang kami buat untuk tercapainya informasi yang utuh untuk pembaca Goriau.com. Terima kasih," pungkas Abdul Hadi. rilis
(nasional/admin)