Jumat, 03 Januari 2020 - 16:16 WIB , Editor: alb,
Pelalawan - Pasca disahkannya Revisi Perda RTRW Kab. Pelalawan beberapa hari yang lalu membuat banyak kalangan kontra atas keputusan Pemerintah dan DPRD Kab. Pelalawan tersebut.
Banyak kalangan menilai negatif atas sikap Pemerintah dan DPRD Kab. Pelalawan. Salah satunya Ilhamdi, SH., MH yang merupakan pengurus Lembaga Adat Petalangan Kab. Pelalawan.
Beliau sama sekali tidak sepakat terhadap sikap Pemerintah dan DPRD Kab. Pelalawan. Kalau ditanya sikap saya tidak sependapat, seharus eksekutif dan legislatif evaluasi aturan itu.
Bukan buru buru menyetujui. Apalagi banyak penolakan dari kalangan anggota DPRD, tokoh adat dan tokoh masyarakat. Kita mau pemimpin kita itu punya sikap dulu yaitu menolak atau tidak menyetujui.
Merekakan wakil rakyat, bekerja untuk masyarakat. Masyarakat menolak dan mengkritik, tapi mereka menyetujui, inikan sebuah keputusan yg kontradiktif. Jadi, mereka bekerja untuk siapa, katanya".
"Sementara itu, data yg beredar, kawasan Hutan Lindung berkurang sekitar 3.372 Ha, Kawasan Hutan Manggrove berkurang sekitar 1.399 Ha, Kawasan Sempadan Pantai sekitar 2.77 Ha.
Kawasan Sempadan sungai berkurang sekitar 3.395 Ha. Seharusnya kawasan kawasan tersebut bertambah bukannya berkurang untuk kepentingan tata kelola lingkungan yang baik. Nah, kemana bertambahnya? Bertambahnya ke Kawasan Hutan Produksi Terbatas sekitar 140.899 Ha dan Kawasan Industri sekitar 7.303 Ha, itukan kepentingan Korporasi semua, ya kan. Nah, setuju atau tidak seperti itu, tegasnya
Kita lihat lagi kawasan Hutan Rakyat justru berkurang sekitar 4.607 Ha, kawasan Hutan Pertanian berkurang 14.000 Ha, dan Kawasan Perkebunan Rakyat berkurang sekitar 74.282 Ha. Seharusnya ini bertambah untuk kepentingan masyarakat! Dihadapkan dengan data seperti ini kog setuju? Tentu wajar masyarakat bergejolak.
Kita ingin rencana Tata Ruang dan Wilayah kita pro masyarakat, contoh usulkan dong lahan masyarakat yg statusnya sekarang Hutan Produksi Terbatas berubah menjadi Areal Peruntukan Lainnya (APL) sehingga masyarakat bisa bertani dan menerbitkan surat tanah mereka.
Itu baru pro masyarakat atau areal areal sungai di tambah dan dilestarikan, tanah ulayat masyarakat adat juga harus diperjuangkan dan masih banyak lagi. Terlepas disetujui atau tidak setujui menteri, yg jelas pemerintah daerah perjuangkan dulu kepentingan masyarakat. Ini dikasih data begituan kog setuju?
Saya memahami ini keputusan berjenjang, tapi dari kita dulu dong, kalau kita diam dan tidak protes tapi malah setuju, ya wajarlah seperti ini".
Kita berharap dibuatnya Rencana Tata Ruang dan Wilayah ini menjadi solusi konflik masyarakat dengan perusahaan. Banyak wilayah-wilayah desa yang masuk dalam kawasan, ini harus dicarikan solusinya.
Ditambah lagi kita banyak struktur adat yang punya ulayat tapi tidak diakomodir. Saya kwatir RTRW yang baru ini akan berimplikasi hukum kedepannya, banyak kades dan masyarakat akan berurusan dengan hukum", tutup ilhamdi. (TT//Dian)
(Pelalawan/alb)