Nasional

Gabungan Advokat Kritisi Perpres BPJS Kesehatan

Rabu, 06 November 2019 - 17:28 WIB , Editor: alb,

Jakarta-Komunitas Peduli BPJS Kesehatan menyampaikan pandangan terkait Perpres Nomor 75 Tahun 2019, adapun pandangan tersebut disampaikan oleh Gabungan Advokat yang terdiri dari Indra Rusmi, SH, MH,Johan Imanuel, SH, Hema Anggiat Marojahan Simanjuntak, SH.

 

Wendra Puji, SH, MH,Jilun, SH, MH, Ika Batubara, SH,Jarot Maryono, SH, Andi Wiyanto, SH, Dermanto Turnip, SH, MH, Kemal Hersanti, SH, Intan Nur Rahmawanti, SH, MH, CPL, CTA, Amelia Suhaili, SH, MH,Yogi Pajar Suprayogi, A.Md, SE, SH, Biren Aruan, SH, Judianto Simanjuntak, SH, Asep Dedi, SH, Denny Supari, SH. Adapun pandangan tersebut dilatarbelakangi terbitnya Perpres Nomor 75 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2019 Tentang Jaminan Kesehatan.

 

Adapun perubahan yang diatur oleh Perpres tersebut yang disoroti oleh khalayak ramai mengenai iuran Pekerja  Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (PB) adapun perubahan iuran yang dinyatakan dalam Pasal 34 sebagai berikut :

- Kelas III : Rp 25.500 menjadi Rp. 42.000

- Kelas II : Rp. 51.000 menjadi Rp. 110.000

- Kelas I : Rp.  80.000 menjadi Rp. 160.000

 

Menurut Juru Bicara Komunitas Peduli BPJS Kesehatan, Johan Imanuel, “Kenaikan iuran ini memang memberatkan peserta. Kami sudah menerima keluhan masyarakat dari daerah yang menyampaikan bahwa kenaikan iuran ini berdampak bagi satu keluarga sehingga jika diperkirakan akan membayar iuran sebesar kurang lebih Rp. 400.000,- per-bulannya untuk seluruh anggota keluarga. Sementara pendapatan dalam keluarga tersebut setiap bulannya tidak menentu, rata-rata hanya di kisaran satu juta rupiah hingga satu setengah juta rupiah.  Sehingga kebutuhan lainnya dari keluarga tersebut belum tentu tercover semua.”

 

“Kemudian ada juga peserta yang mempertanyakan kepada Komunitas Peduli BPJS Kesehatan perihal peserta sudah bayar selama empat tahun dan belum pernah sekalipun digunakan bagaimana dengan iuran yang sudah dibayarkan, bisakah dikembalikan. Karena perpres cenderung merasa seperti asuransi dan bukan jaminan sosial.” “Selain itu ada juga peserta yang mempertanyakan perihal pindah kelas, benarkah nanti akan mendapatkan pelayanan yang sama secara medis disaat rawat inap apabila peserta sudah pindah kelas misal dari kelas I ke kelas III. Benarkah perbedaan hanya dari segi kamar perawatan? Bagaimana dengan service/pelayanannya ? Karena selama ini kerap terjadi kamar perawatan kelas III selalu penuh.”tambah Johan

 

“Makanya kami berulang kali mendesak pemerintah untuk mencari solusi yang kreatif dan harus melihat dari kacamata masyarakat juga, supaya kepentingannya sesuai dengan cita-cita bangsa kita yang tertuang dalam UUD 1945 yaitu turut mensejahterakan kehidupan rakyat serta pelayanan kesehatan merupakan hak konstitusional seluruh rakyat Indonesia, dan  negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yg layak (Psl 34 UUD 45)” tegas Johan.

 

“Tapi kenyataannya saat ini malah melalui iuran BPJS yang tinggi sudah sama halnya seperti pajak yang memiliki sanksi apabila tidak dipenuhi.” tandas Johan

 

Johan juga mengatakan bahwa Komunitas Peduli BPJS Kesehatan mendukung Hak Uji Materiil terhadap Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang diajukan oleh rekan-rekan di Surabaya. “Sebagai dukungan, bersama ini Komunitas Peduli BPJS Kesehatan menyampaikan pandangan mengapa Perpres Nomor 75 Tahun 2019 layak  untuk diuji ke Mahkamah Agung. 

 

Ada tiga hal yang menjadi pandangan Komunitas Peduli BPJS Kesehatan, pertama, Perpres Nomor 75 Tahun 2019 belum memenuhi rasa keadilan sehingga layak apabila ada peserta BPJS Kesehatan yang mengajukan Hak Uji Materiil ke Mahkamah Agung karena Bertentangan dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 maupun UUD 1945; 

 

Kedua, Perpres Nomor 75 Tahun 2019 diterbitkan secara terburu-buru (prematur) seharusnya materi dalam beleid ini mencantumkan semua batang tubuh yang diatur agar berkesesuaian antara pasal yang satu dengan pasal yang lain sehingga memenuhi semua syarat pembentukan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 5 UU Nomor 15 Tahun 2019 yaitu kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; dapat dilaksanakan; kedayagunaan dan kehasilgunaan;  kejelasan rumusan; dan keterbukaan; Ketiga, Perpres 75 Tahun 2019 perlu dikaji ulang agar berorientasi pada kejelasan dan kejernihan pengertian yang bersifat Kognitif (proses cara berfikir)sehingga dapat dikatakan bahwa perumusannya harus jelas, berkesusaian muatan materinya dan berpedoman pada asas kemanfaatan dan keadilan.(DT11)

 

 

(jakarta/alb)

KOMENTAR
Silahkan Login Untuk Mengisi Komentar