Riau

Perkara Tindak Pidana Korupsi

Selasa, 21 Januari 2020 - 08:42 WIB , Editor: ruben,

Pekanbaru | Tribunterkini- Penyimpangan Dana UED - SP Tri Bukit Batu Laksemana Tahun 2015 - 2018, Desa Bukit Batu Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis yang dilakukan oleh Sdr. JFR (Kepala Desa Bukit Batu) bersama - sama dengan Sdr. Andri Wahyudi (Ketua UED - SP Tri Bukit Baru Laksemana), Sdr. Subandi (Tata Usaha UED - SP Tri Bukit Baru Laksemana).

Melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Pasal 3 jo Pasal 18 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Pasal 9 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pada Hari Senin tanggal (20/01/2020), tepatnya jam 11.15 WIB, bertempat di Ruang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Bengkalis, Jalan Pertanian Bengkalis, Kajari Bengkalis Nanik Kushartanti, SH, MH dengan disaksikan oleh Kasi Pidsus Kejari Bengkalis, Kasi Intelijen Kejari Bengkalis, Kasubsi Penyidikkan Kejari Bengkalis, Jaksa Fungsional Tindak Pidana Khusus dan Staff Bidang Intelijen Kejaksaan Negeri Bengkalis telah melaksanakan penahanan terhadap 1 (satu) orang tersangka dengan inisial JFR dalam jabatannya selaku Kepala Desa Bukit Batu yang merupakan pejabat yang memiliki otoritas dalam pencairan dana UED - SP Tri Bukit Baru Leksemana di Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis Tahun Anggaran 2015 - 2018.

Bahwa UED - SP Tri Bukit Baru Laksemana merupakan Program Pemerintah Kabupaten Bengkalis yang diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 38 tahun 2014 tentang petunjuk teknis program peningkatan keberdayaan masyarakat perdesaan Kabupaten Bengkalis, dimana program ini merupakan program usaha ekonomi desa berupa simpan pinjam untuk dana bergulir setiap tahunnya dilokasikan kurang lebih Rp 1 Milyar.

Bahwa mekanisme peminjaman dana UED tersebut dengan cara warga desa selaku Pemanfaat mengajukan Proposal ke UED yang diterima oleh Tata Usaha UED lalu proposal tersebut dikoreksi/dievaluasi oleh TU UED, setelah itu proposal dibawa oleh Staf Analis kredit untuk melakukan verifikasi kelapangan, setelah dilakukan verifikasi dilapangan dilakukan musyawarah verifikasi akhir yang dihadiri oleh pengurus UED untuk menentukan besaran pinjaman yang diusulkan pemanfaat, lalu melakukan klarifikasi penetapan pinjaman dilapangan yang dilakukan oleh staf analis kredit dan kader pemberdaya masyarakat (guna memastikan kebernaran proposal yang diajukan oleh masyarakat).

Kemudian Tata Usaha bersama pengurus UED menyiapkan dokumen pencairan pinjaman, lalu dilaksanakan Musyawarah pencairan yang dihadiri oleh seluruh pengurus UED - SP dan pemanfaat yang akan meminjam. Selanjutnya setelah disetujui keluarlah dokumen Surat Penetapan Desa (SPD) dan Surat perintah pencairan pinjaman (SP3) ditandatangani oleh pendamping desa dan pengurus UED, kemudian SP2K ditandatangani oleh pemanfaat dan ketua UED dan pinjaman baru dapat dicairkan

Dari hasil monitoring evaluasi 2017 - 2018 ditemukan adanya tunggakan sebesar Rp. 1.054.514.000,- (satu milyar delapan ratus tiga puluh sembilan juta rupiah) dan setelah didalami oleh Tim Jaksa Penyelidik sesuai Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Negeri Bengkalis Nomor : PRIN-02/L.4.13/Fd.1/09/2019 tanggal 02 September 2019, diperoleh fakta adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tersangka JFR yang bekerjasama dengan tersangka Sdr. Andri Wahyudi (Ketua UED - SP Tri Bukit Baru Laksemana), Sdr. Subandi (Tata Usaha UED - SP Tri Bukit Baru Laksemana), yang telah dilakukan penahanan terlebih dahulu, sesuai Surat Perintah Penahanan Nomor : PRIN-42 / L.4.13 / Fd.1 / 01/ 2020 tanggal 13 Januari 2020 A/n Tersangka Andri Wahyudi ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Bengkalis selama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal 13 Januari 2020 s/d tanggal 01 Februari 2020. dan Surat Perintah Penahanan Nomor : PRIN-43 / L.4.13 / Fd.1 / 01/ 2020 tanggal 13 Januari 2020 A/n tersangka Subandi, ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Bengkalis selama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal 13 Januari 2020 s/d tanggal 01 Februari 2020, dimana ketiganya secara bersama - sama melakukan proses pencairan pinjaman tidak sesuai prosedur dan menggunakan 48 orang nama pemanfaat fiktif.

Bahwa penyimpangan pencairan Dana UED - SP Tri Bukit Batu Laksemana dilakukan oleh ketiga tersangka sejak tahun 2017 2018, yang telah menimbulkan Kerugian Keuangan Negara cq Pemerintah Kabupaten Bengkalis kurang lebih sebesar Rp. 1.054.514.000,- (satu milyar delapan ratus tiga puluh sembilan juta rupiah).

Bahwa proses pengajuan proposal pinjaman dana UED yang menggunakan nama pemanfaat fiktif sudah tidak sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 38 Tahun 2014, yakni tidak memenuhi persyaratan pengajuan seperti proposal tidak diajukan, agunan tidak ada, serta tidak dilaksanakan survei lapangan dan musyawarah desa. Dan faktanya nama - nama fiktif tersebut bisa masuk kedalam pengajuan pinjaman dana UED karena, setelah dilakukan musyawarah akhir pencairan yang sudah ditetapkan pemanfaat dana UED, dimasukan lagi nama - nama fiktif tersebut oleh Sdr. Andri Wahyudi (Ketua UED-SP Tri Bukit Baru Laksemana). Pada saat melakukan pencairan terhadap dana pinjaman yang menggunakan nama - nama fiktif tersebut yang mencairkan dana yakni Sdr. Andri Wahyudi (Ketua UED - SP Tri Bukit Baru Laksemana), Sdr. Subandi (Tata Usaha UED - SP Tri Bukit Baru Laksemana), dan Sdr. Jaafar (Kepala Desa Bukit Batu).

Bahwa sudah ada kerjasama antara Sdr. Andri Wahyudi (Ketua UED) dengan Sdr. Jaafar serta Sdr. Subandi (TU UED) terhadap nama - nama yang bertambah diluar penetapan musyawarah akhir tersebut, karena telah diketahui dan disetujui oleh Sdr. Jafaar selaku pejabat yang memiliki otoritas untuk membuat persetujuan dicairkannya dana tersebut.

Berdasarkan Laporan yang kami terima, penahanan terhadap tersangka tersebut sesuai dengan surat Perintah No: Prin-42/L.4.13/fd.1/01/2020 tanggal 20 Januari 2020, Selanjutnya Surat Penetapan Tersangka dengan No: TAP-02/L.4.13/fd.1/01/2020 tanggal 13 Januari 2020 yang ditanda tangani oleh Kepala Kejaksaan Negeri Bengkalis Nanik Kushartanti, SH, MH.

Kemudian sekitar pukul 14.00 Wib tersangka dibawa oleh Tim Jaksa Penyidik dari Kejari Bengkalis untuk diserahkan dan dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas II A Bengkalis.

Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Dr. Dra. Mia Amiati, SH, MH menyampaikan, sangat mengapresiasi Kinerja Kajari Bengkalis beserta jajarannya yang telah melaksanakan penindakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dengan melakukan penahanan terhadap tersangka.

Mencermati kasus posisi peristiwa pidana yang memenuhi unsur tindak pidana korupsi pada kasus tersebut di atas, saya berpendapat bahwa pada umumnya Tindak pidana korupsi yang terjadi akhir - akhir ini merupakan suatu fenomena kejahatan yang dilakukan secara bersama - sama, yang menggerogoti dan menghambat pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga penanggulangan dan pemberantasannya harus benar - benar diprioritaskan dengan menerapkan berbagai peraturan yang terkait dengan pemberantasan tindak pidana korupsi sehingga dapat melahirkan pertanggungjawaban pidana yang adil dan berkepastian hukum, ujar Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Dr. Dra. Mia Amiati, SH, MH.

Menurut hemat Dr. Dra. Mia Amiati, SH, MH, tindak pidana korupsi bukan hanya masalah hukum tetapi telah menjadi persoalan ekonomi, budaya dan politik. Sebagaimana dikemukakan oleh Susan Rose - Ackerman, aspek ekonomi dari korupsi antara lain pembayaran yang mempersamakan penawaran dan permintaan, suap sebagai insentif pembayaran untuk birokrat, suap untuk mengurangi biaya, kejahatan dan Korupsi yang terorganisir, pembayaran untuk memperoleh kontrak dan konsesi besar kepada pejabat tinggi; aspek budaya antara lain korupsi merupakan patronase dengan wujud upeti, hadiah dan suap; dan aspek politik antara lain kleptokrasi, monopoli bilateral dan negara - negara yang didominasi mafia dan suap kompetitif.

Dengan perkataan lain bahwa korupsi sudah terjadi dan dilakukan dalam berbagai dimensi pelaku dan lingkup antar negara. Meningkatnya tindak pidana korupsi sejak orde lama, orde baru dan orde reformasi yang melahirkan pengelolaan anggaran yang desentralisasi, apabila tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya tetapi dapat menimbulkan berbagai kelemahan kehidupan generasi yang akan datang seperti kolusi anggaran antara legislatif dengan eksekutif demi persetujuan dan pencairan anggaran untuk memperoleh komisi, kemudian kolusi antara penegak hukum dengan eksekutif agar proyek mark up tidak diungkap dengan membagi saham proyek.

Eeduardo Vetere, Director Division of Treaty Affairs United Nation Office on Drugsand Crime dan Executive Secretary Eleventh United Nation Congress on Crime Preventionand Criminal Justice (Direktur Urusan Perjanjian Divisi Kejahatan dan Obat-obatan PBB serta Sekretaris Eksekutif Kongres Kesebelas Pencegahan Kejahatan PBB), dalam kata sambutannya kepada Delegasi RI yang aktif terlibat dalam pembahasan Convention Against Corruption dan kepada Koordinator Forum 2004 menyatakan akibat dari korupsi antara lain: Dampak yang terbesar adalah kemiskinan, Korupsi juga dapat mengancam prospek investasi ekonomi, yang mempengaruhi semua jenis perusahaan baik besar atau kecil, multinasional atau lokal, korupsi disadari
merugikan dunia usaha, yaitu mempersulit peraturan ekonomi pasar bebas dan persaingan ekonomi yang sah, ucap Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Dr. Dra. Mia Amiati, SH, MH.

Bentuk - bentuk kerugian keuangan Negara tersebut antara lain:
- Pengeluaran suatu sumber atau kekayaan negara atau daerah (dapat berupa uang, barang) yang seharusnya tidak sikeluarkan;
- Pengeluaran suatu sumber atau kekayaan negara atau daerah lebih besar dari yang seharusnya menurut kriteria yang berlaku;
- Hilangnya sumber atau kekayaan negara atau daerah yang seharusnya diterima (termasuk di antaranya penerimaan uang palsu, barangfiktif);
- Penerimaan sumber atau kekayaan negara atau daerah lebih kecil atau rendah dari yang seharusnya diterima (termasuk penerimaan barang rusak, kualitasnya tidak sesuai);
- Timbulnya suatu kewajiban negara atau daerah yang seharusnya tidak ada;
- Timbulnya suatu kewajiban negara atau daerah yang lebih besar dari yang seharusnya;
- Hilangnya suatu hak negara atau daerah yang seharusnya dimiliki atau diterima menurut aturan yang berlaku;
- Hak negara atau daerah yang diterima lebih kecil dari yang seharusnya diterima. Dengan demikian cukup banyak kerugian yang diderita negara dan tentunya menjadi kerugian masyarakat pula dan seharusnya dalam upaya pemberantasan tindak pidana Korupsi dapat dipetakan semua pelaku korupsi dalam segala posisi tentunya untuk mempertanggungjawabkan secara pidana, kata Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Dr. Dra. Mia Amiati, SH, MH.

Untuk itu Kajati Riau Dr. Dra. Mia Amiati, SH, MH menuturkan, Kajati Riau yang membawahi 12 (dua belas) Kejari menghimbau kepada para Kajari beserta jajarannya untuk dapat bersikap lebih peka lagi terhadap kemungkinan - kemungkinan adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang memenuhi unsur tindak pidana korupsi yang akan mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan Negara cq daerah, tuturnya.

Sudah waktunya kita Memberantas Korupsi, Kalau Bukan Kita, Siapa Lagi, Kalau Bukan Sekarang Kapan Lagi. **

(Sumber: Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Dr. Dra. Mia Amiati, SH, MH).

(Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis/ruben)

LAINNYA
KOMENTAR
Silahkan Login Untuk Mengisi Komentar