Selasa, 05 Mei 2020 - 08:32 WIB , Editor: ruben,
Pekanbaru | Tribunterkini- Pada hari Senin tanggal 13 April 2020, Presiden RI Joko Widodo telah menetapkan Wabah Virus Corona Covid-19 sebagai Bencana Nasional yang dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) sebagai Bencana Nasional.
Lalu, apa sebenarnya arti status bencana Nasional?, Mengapa Wabah Covid-19 bisa ditetapkan sebagai Bencana Nasional?, Apakah keputusan tersebut akan
memberikan dampak yang signifikan?, Berbagai pendapat bermunculan dari mulai
pendapat ahli, para pakar kesehatan, pakar hukum, pakar ilmu sosial, pakar ilmu
politik, sampai pendapat orang - orang yang akhirnya ditangkap dan diproses secara hukum karena terbukti menyebarkan berita HOAX yang memenuhi unsur tindak pidana.
Apakah Tuhan sudah murka kepada Bangsa Indonesia sehingga seluruh bangsa
Indonesia ditimpa bencana Covid-19? Ternyata pendapat ini tidak dapat
dibenarkan karena hampir di seluruh dunia merasakan dampak yang terjadi akbiat
penyebaran Covid-19 ini.
Jika kita melihat dari ketentuan yang diatur di dalam Undang - Undang Nomar 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, ada lima indikator yang digunakan untuk menetapkan status bencana, yaitu:
1. Jumlah korban
2. Kerugian harta benda
3. Kerusakan prasarana dan saran
4. Cakupan luas wilayah yang terkena bencana 5. Dampak sosial ekonomi yang
ditimbulkan.
Di dalam Kepres No.12 Tahun 2020, Presiden Jokowi menetapkan Covid-19
sebagai Bencana Nasional karena empat alasan sebagai berikut:
1. Jumlah korban dan kerugian harta benda yang disebabkan oleh Covid-19
semakin meningkat setiap harinya.
2. Cakupan wilayah yang terdampak semakin meluas. Tercatat, per hari Jumat
(10/4/2020), Covid-19 telah menyebar hingga ke 34 provinsi yang ada di Indonesia.
3. Dampak wabah Covid-19 tidak hanya dari segi kesehatan, namun juga aspek
sosial ekonomi yang luas. Suara.com mencatat, 25 juta orang terancam PHK
massal akibat wabah ini.
4. World Health Organizations (WHO) atau Badan Kesehatan Internasional telah
menetapkan Covid-19 sebagai pandemi.
Sebagaimana kita ketahui bahwa berbagai upaya telah dilakukan oleh
Pemerintah untuk dapat mengatasi Bencana Nasional Covid-19 ini, terutama
upaya untuk memutus mata rantai penyebarannya, dimana Pemerintah
menganjurkan kepada seluruh rakyatnya untuk tetap tinggal di rumah, melaksanakan aktivitas sehari - hari baik itu belajar maupun bekerja serta beribadah
tetap dilaksanakan di rumah, tidak boleh ada orang yang berkerumun, semua harus
saling menjaga jarak yang dikenal dengan istilah Physical Distancing dan diingatkan
terus untuk menjaga kesehatan, dengan membiasakan hidup bersih dengan selalu
mencuci tangan dengan menggunakan sabun yang dicuci oleh air yang mengalir.
serta diwajibkan menggunakan masker.
Mencermati berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah, bagaimana jika kita memandang musibah Bencana Nasional ini dari sudut pandang Islami.
ISLAM adalah agama yang mengajarkan kelapangan. dimana seluruh ajaran
agama, baik dalam bentuk perintah maupun larangan, tidak pernah dirancang
untuk menyulitkan manusia. Al-Qur'an di dalam surat Al- Taghabun ayat ke 16
menegaskan : "Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang - orang yang
beruntung". (QS. Al-Taghâbun/64: 16).
Dengan demikian, sebagai ummat Islam meghadapi Pandemi Covid-19 ini,
sikap kita yang pertama adalah Tawakkal kepada Allah SWT.
Setiap muslim hendaknya pasrah dan tawakkal ke pada Allah. Ingatlah segala
sesuatu atas kuasa Allah dan sudah menjadi takdir-Nya. Sebagaimana dicantumkan di dalam At-Taghabun ayat 11: "Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. At-Taghabun: 11).
Dari Abul 'Abbas 'Abdullah bin 'Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Ketahuilah apabila semua umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat
kepadamu dengan sesuatu, maka mereka tidak bisa memberikan manfaat
kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan
seandainya mereka pun berkumpul untuk menimpakan bahaya kepadamu dengan sesuatu, maka mereka tidak dapat membahayakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena - pena (pencatat takdir) telah diangkat dan lembaran - lembaran (catatan takdir) telah kering." (HR. Tirmidzi, dan ia berkata bahwa hadits ini hasan shahih).
Dari 'Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash radhiyallahu'anhuma, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Allah telah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi." (HR. Muslim, no. 2653). Dalam hadits lainnya disebutkan, "Sesungguhnya awal yang Allah ciptakan (setelah 'arsy, air dan angin) adalah qalam
(pena), kemudian Allah berfirman, 'Tulislah.' Pena berkata, 'Apa yang harus aku tulis.' Allah berfirman, Tulislah takdir berbagai kejadian dan yang terjadi selamanya." (HR. Tirmidzi, no. 2155. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dengan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT, maka kita dapat menyikapi musibah Pandemi Covid-19 ini dengan ikhklas, sehingga semua upaya
Pemerintah untuk memutus mata
ranti penyebaran Covid-19
bahkan menghilangkannya dari bumi Indonesia yang tercinta ini dapat kita dukung sepenuhnya.
Tidak perlu lagi ada perdebatan pada saat Pemerintah menegaskan untuk
tetap beraktivitas di dalam rumah, baik belajar, bekerja maupun beribadah demi
terwujudnya harapan kita semua untuk dapat mengakhiri bencana nasional ini.
Allah menciptakan manusia dan tahu persis kadarnya, termasuk
kemampuannya menanggung beban dan kesulitan, sebagaimana digambarkan di dalam Surat Al- Baqarah ayat 185, mengenai perintah puasa yang diikuti dengan penegasan : "Allah menghendaki bagimu kemudahan, bukan kesulitan". (OS. Al-Bagarah/2: 185).
Ramadan tahun ini datang bersama hari - hari yang sulit karena dampak dari
pandemi Covid-19. Khususnya dalam menunaikan ibadah bagi kaum Muslimin,
dimana biasanya pada bulan suci Ramadhan semua orang berlomba - lomba untuk beribadah dengan memakmurkan Mesjid, namun saat ini pelaksanaan ibadah
Shalat Jumat pun ditiadakan karena kondisi gahar, kita ganti dengan shalat Dhuhur di rumah. Tuntunannya jelas. sebagaimana diriwayatkan oleh HR. Bukhari di dalam salah satu hadistnya bahwa pada suatu hari Jumat, bertepatan dengan hujan deras, Ibn Abbas, menyuruh mu'adzin mengganti lafal adzan hayya 'ala shalah dengan "shalatlah kalian di rumah - rumah kalian".
Ada sahabat yang protes. Jawaban Ibn Abbas pendek, "Ini dilakukan oleh
orang yang lebih baik dariku (maksudnya Nabi Muhammad SAW). Ibadah Jum'at
wajib, tapi aku tidak mau menyulitkanmu menempuh jalan yang licin dan becek" (HR. Bukhari).
"Illat" kedaruratan wabah Covid-19 lebih besar daripada hujan. Pemerintah
telah menetapkan protokol pencegahan penyebaran Covid-19 dengan jaga jarak
fisik (Physical Distancing).
Padahal, sejumlah ibadah, seperti shalat Jamat menuntut dilakukan berjamaah, yang artinya mengumpulkan banyak orang. Seluruh ulama di dunia, termasuk di Indonesia, telah mengeluarkan fatwa meniadakan Jumatan (ta'thîl al-jum'at). Begitu pula dengan pelaksanaan berbagai kegiatan ibadah di Bulan Suci Ramadhan yang biasanya diutamakan untuk memakmurkan Mesjid-mesjid, namun karena dampak dari COVID-19 ini, Pemeritah tetap menganjurkan aktivitas ibadah di Bulan Suci Ramadhan dilaksanakan di dalam rumah.
Salah satu syiar Ramadhan adalah shalat terawih, dilakukan berjamaah.
Pemerintah, MUI, dan ormas - ormas Islam telah menghimbau agar tahun ini
terawih dilaksanakan di rumah saja.
Shalat terawih sunnah, begitu juga dengan sholat berjama'ahnya. Tetapi, sangat disayangkan masih ada masjid maupun mushalla yang tetap menggelarnya
berjamaah, padahal Pemerintah sudah sedemikian rupa memberikam pencerahan atas semua kebijakan yang telah ditetapkan dengan harapan semua masyarakat dapat memahaminya.
Dalam situasi sekarang sebagai dampak dari Covid-19, patut diduga seluruh
wilayah Indonesia adalah zona merah dan kuning, sehingga untuk menghadapi
pandemi Covid-19 dibutuhkan kepatuhan dan kedisiplinan. Disiplin terhadap
aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah demi keselamatan seluruh rakyat Indonesia dari keganasan penyebaran Covid-19. Untuk itu diharapkan seluruh rakyat Indonesia dapat mematuhinya.
Di dalam kitab suci Al-Qurat, surat An-Nisa ayat ke 59 Islam menyuruh umatnya untuk taat dan patuh selain kepada Allah dan Rasul Nya juga harus taat dan patuh kepada ulil amri, dimana menurut Ibn Katsîr dan Al- Jashâsh, ulil amri adalah Ulama dan Umara', Hai orang - orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (AI Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar -
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Dari berbagai pemberitaan media, baik media cetak maupun media
elektronik, dapat kita ketahui bahwa saat ini Ulama dan Umara' memiliki suara
yang sama. Baik Ulama maupun Umara', Keduanya mendukung peraturan yang
ditetapkan oleh Pemerintah, menghimbau pelaksanaan sholat terawih di rumah
bersama keluarga dengan tetap memelihara physical distancing selain itu sesuai dengan protokol pencegahan penyebaran Covid-19, setiap orang dianjurkan untuk hidup sehat dengan memelihara kebersihan, antara lain harus sering mencuci tangan dengan menggunakan sabun yang dicuci di air yang mengalir, Hal ini sejalan dengan salah satu hadits yang menyatakan bahwa Kebersihan itu adalah sebagian
dari Iman. "Kebersihan sebagian dari iman." (HR. Al-Tirmidzi).
Dapat kita maknai bahwa sesungguhnya Allah SWT itu Maha suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan.
Selain harus menjaga kebersihan dengan membiasakan untuk selalu mencuci
tangan dengan menggunakan sabun yang dicuci di air yang mengalir, juga
Pemerintah mewajibkan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk menggunakan
masker. Jika dipandang dari sudut Islami, penggunaan masker ini dapat kita maknai
agar kita selaku ummat Islam harus dapat menjaga mulut antara lain menjaga lisan
kita yaitu jangan suka berkata tidak baik, jangan suka membicarakan orang lain dan
jangan suka memfitnah.
Hal ini dapat kita lihat pelajari dari apa yang diriwayatkan di dalam hadist berikut :
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Sesungguhnya seseorang hamba itu niscayalah berbicara dengan suatu perkataan yang tidak ia fikirkan - baik atau buruknya, maka dengan sebab perkataannya itu ia dapat tergelincir ke neraka yang jaraknya lebih jauh daripada jarak antara sudut timur dan sudut barat." (Muttafaq 'alaih)".
Selain mencegah agar terhindar dari berbicara tidak baik, memaknai
penggunaan masker dari sudut oandang Islami, diharapkan agar kita dapat tetap
menjaga mukut kita untuk tidak memfitnah orang lain, Di dalam Al-Qur'an dan
hadist sendiri ada banyak makna tentang fitnah, seperti fitnah bermaksud syrik
dalam islam yang keluar dari jalan yang benar, sesat, pembunuhan dan kebinasaan,
perselisihan dan peperangan, kemungkaran dan kemaksiatan. Termasuk adalah menyebar berita dusta atau bohong atau mengada - ngada yang saat ini dikenal
dengan istilah HOAX yang kemudian merugikan orang lain juga termasuk dalam
fitnah.
Fitnah merupakan suatu kebahongan besar yang sangat merugikan dan termasuk dalam dosa yang tak terampuni oleh Allah SWT. sebagaimana tersebut di dalam Firman Allah Surat Al-Hujurat ayat 12: "Wahai orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, (sehingga kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang) karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah sebagian kamu menggunjing setengahnya yang lain. Apakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang lelah mati? (Jika demikian kondisi mengumpat) maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Jadi patuhilah larangan-larangan tersebut) dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (Q.S. Al-Hujurat : 12).
Dari semua apa yang telah diuraikan di atas, sebagai ummat Islam, kami
mwenghimbau mari kita bersatu untuk melawan penyebaran Covid-19 dengan
mematuhi pertaturan - peraturan yang telkah ditetapkan oleh Pemerintah sesuai
Protokol Pencegahan Covid-19.
Untuk menghadapi pandemi Covid-19 dibutuhkan kepatuhan dan
kedisiplinan. Disiplin terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah demi
keselamatan seluruh rakyat Indonesia dari keganasan penyebaran Covid-19.
Untuk itu diharapkan seluruh rakyat Indonesia dapat mematuhinya. **(HR).
(Sumber : Dr. Mia Amiati, SH, MH).
(Pekanbaru/ruben)